Senin, 05 Februari 2018

Mengenal Teknik Penulisan Cerpen dan Puisi


Oleh Anjrah Lelono Broto*


A. CERPEN
1. Pengertian Umum Cerpen
     Sebenarnya, tidak ada rumusan yang baku mengenai apa itu cerpen. A. Bakar Hamid dalam tulisan "Pengertian Cerpen" berpendapat bahwa yang disebut cerita pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai: antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu kesan. Dari beberapa buku dan uraian yang layak dijadikan pedoman, tampaknya pendapat pakar cerita pendek dunia, Edgar Allan Poe, sangat cocok menjadi panduan- karena secara teoritis ia memenuhi kriteria ilmiah, tetapi secara praktis ia dapat diaplikasikan. Pendapat yang disederhanakan sebagai berikut:
Anjrah Lelono B. bersama dewan guru dan siswa SMPN 2 Kota Malang
     Pertama, cerita pendek harus pendek dan memberi kesan secara terus-menerus hingga kalimat terakhir. Berarti, cerita pendek harus ketat, tidak mengobral detail, dialog hanya diperlukan untuk menampakkan watak, atau menjalankan cerita atau menampilkan problem.
     Kedua, cerita pendek mengalir dalam arus untuk menciptakan efek tunggal dan unik. Menurut Poe ketunggalan pikiran dan aksi bisa dikembangkan lewat satu garis dari awal sampai akhir. Di dalam cerita pendek tak dimungkinkan terjadi aneka peristiwa digresi.
     Ketiga, cerita pendek harus mampu meyakinkan pembacanya bahwa ceritanya benar-benar terjadi, bukan suatu bikinan, rekaan. Itulah sebabnya dibutuhkan suatu ketrampilan khusus, adanya konsistensi dari sikap dan gerak tokoh, bahwa mereka benar-benar hidup, sebagaimana manusia yang hidup.
     Keempat, cerita pendek harus menimbulkan kesan yang selesai, tidak lagi mengusik dan menggoda, karena ceritanya seperti masih berlanjut. Kesan selesai itu benar-benar meyakinkan pembaca, bahwa cerita itu telah tamat, sampai titik akhirnya, tidak ada jalan lain lagi, cerita benar-benar rampung berhenti di situ. 

2. Karakteristik Cerpen
     Yang jelas, karakteristik utama cerpen adalah pendek dan singkat. Di dalam cerita yang singkat itu, tentu saja tokoh-tokoh yang memegang peranan tidak banyak jumlahnya, bisa jadi hanya seorang, atau bisa juga sampai sekitar empat orang paling banyak. Itu pun tidak seluruh kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh itu diungkapkan di dalam cerita. Fokus atau, pusat perhatian, di dalam cerita itu pun hanya satu. Konfliknya pun hanya satu, dan ketika cerita itu dimulai, konflik itu sudah hadir di situ. Tinggal bagaimana menyelesaikan saja.
     Karena pendeknya, kita biasanya tidaklah menemukan adanya perkembangan di dalam cerita. Tidak ada cabang-cabang cerita. Tidak ada kelebatan-kelebatan pemikiran tokoh-tokohnya yang melebar ke pelbagai hal dan masalah. Peristiwanya singkat saja. Kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh, pun tidak berkembang, dan kita tidak menyaksikan adanya perubahan nasib tokoh, atau tokoh-tokoh ini ketika cerita berakhir. Dan ketika konfik yang satu itu terselesaikan, kita tidak pula tahu bagaimana kelanjutan kehidupan tokoh, atau tokoh-tokoh, cerita itu.
     Dan karena jumlah tokoh terbatas, peristiwanya singkat, waktu berlangsungnya tidak begitu lama, kata-kata yang dipakai harus hemat, tepat dan padat, maka –diatara karakteristik cerpen- tempat kejadiannya pun juga terbatas, berkisar 1-3 tempat saja.
3. Unsur-Unsur Dalam Sebuah Cerpen
1.   Tema
     Yaitu gagasan inti. Dalam sebuah cerpen, tema adalah sebuah ide pokok, pikiran utama sebuah cerpen; pesan atau amanat. Dasar tolak untuk membentuk rangkaian cerita; dasar tolak untuk bercerita.
     Tidak mungkin sebuah cerita tidak mempunyai ide pokok. Yaitu sesuatu yang hendak disampaikan pengarang kepada para pembacanya. Sesuatu itu biasanya adalah masalah kehidupan, komentar pengarang mengenai kehidupan atau pandangan hidup si pengarang dalam menempuh kehidupan luas ini. Pengarang tidak dituntut menjelaskan temanya secara gamblang dan final, tetapi ia bisa saja hanya menyampaikan sebuah masalah kehidupan dan akhirnya terserah pembaca untuk menyikapi dan menyelesaikannya.
     Secara tradisional, tema itu bisa dijelaskan dengan kalimat sederhana, seperti: 1. Kejahatan pada akhirnya akan dikalahkan oleh kebaikan. 2. Persahabatan sejati adalah setia dalam suka dan duka. 3. Cinta adalah energi kehidupan, karena itu cinta dapat mengatasi segala kesulitan. Dan lain sebagainya.
2.   Alur atau Plot
     Yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk mencapai efek tertentu. Plot adalah –menurut Aswendo Atmowiloto- sebab-akibat yang membuat cerita berjalan dengan irama atau gaya dalam menghadirkan ide dasar.
     Semua peristiwa yang terjadi di dalam cerita pendek harus berdasarkan hukum sebab-akibat, sehingga plot jelas tidak mengacu pada jalan cerita, tetapi menghubungkan semua peristiwa. Dalam cerpen biasanya digunakan plot ketat artinya bila salah satu kejadian ditiadakan jalan cerita menjadi terganggu dan bisa jadi, tak bisa dipahami. 
3.   Penokohan
     Yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak hidup dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern, berhasil tidaknya sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan citra, watak dan karakter tokoh tersebut. Penokohan, yang di dalamnya ada perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata air kekuatan sebuah cerita pendek.
     Pada dasarnya sifat tokoh ada dua macam; sifat lahir (rupa, bentuk) dan sifat batin (watak, karakter). Dan sifat tokoh ini bisa diungkapkan dengan berbagai cara, diantaranya melalui:
1.Tindakan, ucapan dan pikirannya
2.Tempat tokoh tersebut berada
3.Benda-benda di sekitar tokoh
4.Kesan tokoh lain terhadap dirinya
5.Deskripsi langsung secara naratif oleh pengarang
    4. Latar atau Setting
     Yaitu segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana dalam suatu cerita. Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot cerita, karena latar harus bersatu dengan teman dan plot untuk menghasilkan cerita pendek yang gempal, padat, dan berkualitas. Kalau latar bisa dipindahkan ke mana saja, berarti latar tidak integral dengan tema dan plot.
     Cerpen saya, “Dang” yang mengambil setting khas tanah Minangkabau pedesaan, dengan watak, budaya, emosi, kondisi geografi yang sangat khas Minangkabau tentu akan menjadi lucu jika settingnya dipindah di Gresik atau Surabaya. Jelas bahwa setting akan sangat menentukan watak dan karakter tokoh.
4.   Sudut Pandangan Tokoh
     Di antara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek adalah sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.
     Sudut pandangan ini ada beberapa jenis, tetapi yang umum adalah:
a.Sudut pandangan orang pertama. Lazim disebut point of view orang pertama. Pengarang menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”. Di sini yang harus diperhatikan adalah pengarang harus netral dengan “aku” dan “saya”nya.
b.Sudut pandang orang ketiga, biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; “Aisha”, “Fahri”, dan “Nurul”.
c.Sudut pandang campuran, di mana pengarang membaurkan antara pendapat pengarang dan tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi komentar dan tafsiran, sehingga pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh dan kejadian yang diceritakan. Dalam “Sekelumit Nyanyian Sunda” Nasjah Djamin sangat baik menggunakan teknik ini.
d.Sudut pandangan yang berkuasa. Merupakan teknik yang menggunakan kekuasaan si pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut pandangan yang berkuasa ini membuat cerita sangat informatif. Sudut pandanga ini lebih cocok untuk cerita-cerita bertendens. Para pujangga Balai Pustaka banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak hati-hati dan piawai sudut pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui.
 
   e. Anatomi Cerita Pendek
     Setelah mengerti betul definisi cerpen, karakteristik cerpen dan unsur-unsur yang wajib ada dalam membangun cerpen, maka sejatinya Anda sudah sangat siap untuk menciptakan sebuah cerpen. Sebelum menulis cerpen ada baiknya anda mengetahui anatomi cerpen atau bisa juga disebut struktur cerita. Umumnya anatomi cerpen, apapun temanya, di manapun settingnya, apapun jenis sudut pandangan tokohnya, dan bagaimanapun alurnya memiliki anatomi sebagai berikut: (1) situasi (pengarang membuka cerita) (2) peristiwa-peristiwa terjadi (3) peristiwa-peristiwa memuncak (4) klimaks dan (5) anti Klimaks.
     Cerpen yang baik adalah yang memiliki anatomi dan struktur cerita yang seimbang. Kelemahan utama penulis cerpen pemula biasanya di struktur cerita ini.
                        
B. PUISI                      
     Tak pernah ada definisi yang paten dan tak terbantahkan untuk menemukan pengertian puisi. Sehingga menemukan pengertian puisi bukanlah sesuatu yang akan dibincang dalam tulisan ini, justru keberanian untuk menciptakan kebiasan menulis puisi adalah tujuan sederhana tulisan ini.
     Langkah pertama menulis puisi tentu saja diawali dengan tema. Pilihlah tema yang paling diminati. Cirinya Anda menyukai tema tersebut, banyak informasi mengenainya, dan ada rasa senang ketika membicarakannya. Sebagai contoh tema cinta. Dari tema cinta kita dapat memilih sub-tema lainnya, seperti sedih, bahagia, kesetiaan, sakit hati, pengorbanan, dan hal-hal yang berhubungan dengan cinta. 
     Judul termasuk faktor penting dalam puisi. Inilah langkah-langkah dalam membuatnya.
  1. Buatlah dalam sebuah kalimat
  2. Buatlah 5 judul dengan kalimat lain namun idenya sama
  3. Pilihlah salah satu darinya
Contoh proses membuat judul. Ambilah contoh bahwa kita akan membuat puisi dengan ide utama "Aku rindu padamu." Ubahlah ke berbagai versi judul. Misalnya; “Betapa aku rindu”, “Kepadamu Rinduku Kuberikan”, “Padamu Rindu Ini Bertaut, “Kurindukan Dirimu Dengan Segenap Jiwa”, “Mahligai Rinduku Untukmu”. Dari 5 daftar tersebut, pilih terbaik: yaitu memenuhi standar seni, indah, dan menarik bagi pembaca.
     Puisi-puisi Kahlil Gibran sangat menarik dan indah. Ia sendiri bagaimana mengajarkan bagaimana menemukan kata-kata indah dalam membuat puisi. Caranya dengan membuat turunan kata. Contohnya kita mengatakan kata pohon, maka ingat pula akarnya, tinggi batangnya, tangkai-tangkainya, guratan-guratan daunnya. Ingat pula bagaimana cahaya matahari yang menyinari, air yang menyuburkannya, burung-burung yang bersiul di antara dedahannya. Dengan cara tersebut, kita sudah menemukan banyak kata yang berhubungan dengan "pohon." Gunakanlah kata yang sesuai dengan tema. Jadikan dalam suatu kalimat. Lalu ubahlah dengan berbagai versi kalimat meskipun idenya sama.
     Langkah kedua dalam penulisan puisi adalah menemukan kata-kata yang tepat (diksi). Temukan dan gunakan kata-kata yang tepat. Penggunaan kata bisa dilatih. Jika Anda tekun berlatih, pemilihan kata bukan lagi sebagai halangan. Banyak orang yang tidak merasa mampu untuk menemukan kata yang indah untuk puisinya. Untuk mengatasinya, gunakan teknik konversi; yaitu menemukan berbagai versi dari kalimat yang akan kamu buat. Sebagai contoh, kalimat; “Aku ingin rajin belajar”. Inilah beberapa versi yang bisa muncul dari kalimat tersebut; (a) “Sungguh, ku ingin belajar sungguh-sungguh”, (b) “Ku ingin belajar rajin”, “(c) “Belajar rajin, sungguh ku ingin”.
     Langkah ketiga dalam penulisan puisi adalah membangun suasana. Menciptakan suasana seperti yang kita inginkan bisa hadir dalam puisi kita melalui rangkaian diksi-diksi. Caranya adalah dengan menggunakan teknik sinonim, metafora, deskriptif, dan vokalisasi. Teknik sinonim adalah menggunakan pilihan kata yang semakna untuk melahirkan efek suasana yang kita inginkan. Contoh kata “Matahari”, sinonimnya adalah “surya”, “bagaskara”, “mentari”, dll. Kata “mentari” memiliki efek suasana pagi, sedang “surya” memiliki efek senja hari. Metafora lain lagi, kata “bahagia” bisa diwakilkan dengan kata “musim semi”, “bunga bermekaran”, “udara ranum”, dll. Sedang deskriptif, cenderung memaparkan suasana yang kita ingin ciptakan melalui penggabungan sinonim dan metafora. Sedangkan vokalisasi, lebih mengerucut pada pembangunan suasana dengan menitikberatkan bunyi huruf vocal diksi-diksi. Contoh; “padi mati menukik ke bumi”, huruf vocal “i” sangat mendominasi. Suasana yang ditimbulkan huruf dari “i” adalah keseriusan, mistik, kegalauan, kesedihan, dll. Bandingkan dengan dominasi huruf vokal “a”, “cahaya surya menyapa rata berlapang dada”. Suasana yang ditimbulkan oleh huruf “a” adalah kebahagiaan, suka ria, ketenangan, dll.
     Ternyata, mudah bukan menulis puisi?

     Selamat menulis cerpen dan puisi.

******

------
disampaikan dalam “Sarasehan Penulisan Cerpen dan Puisi” dalam rangka Bulan Bahasa di SMPN 2 Kota Malang, 21-22 Oktober 2016.